Subjek Hukum dan Objek Hukum

Subjek Hukum

Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak dan kewajiban. Dalam kamus Ilmu Hukum disebut juga ”orang” atau ”pendukung hak dan kewajiban.” Subjek hukum memiliki kewenangan bertindak menurut tata cara yang ditentukan atau dibenarkan hukum.

Subjek hukum yang dikenal dalam ilmu hukum adalah manusia dan badan hukum. Dikutip dari Cekricek.id, berikut ulasannya.

1. Manusia

Manusia (natuurlijk persoon) menurut hukum, adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya, orang sebagai subjek hukum dimulai sejak ia lahir dan berakhir setelah meninggal dunia. Terhadap hal tersebut, terdapat pengecualian, yaitu menurut Pasal 2 KUH Perdata, bahwa bayi yang masih dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan menjadi subjek hukum, apabila kepentingannya menghendaki (dalam hal pembagian warisan).

Apabila bayi tersebut lahir dalam keadaan meninggal dunia, menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan subjek hukum (tidak menerima pembagian warisan). Akan tetapi ada golongan manusia yang dianggap tidak cakap bertindak atau melakukan perbuatan hukum, disebut personae miserabile yang mengakibatkan mereka tidak dapat melaksanakan sendiri hak-hak dan kewajibannya, harus diwakili oleh orang tertentu yang ditunjuk, yaitu oleh wali atau pengampu (kuratornya).

a. Anak yang masih di bawah umur atau belum dewasa (belum berusia 21 tahun), dan belum kawin/nikah.

Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, terdapat berbagai ketentuan usia minimal seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau memperoleh hak, yaitu:

  1. Pasal 330 KUH Perdata menentukan bahwa untuk melakukan perbuatan hukum di bidang harta benda, usia 21 tahun atau telah menikah (kawin) atau pernah kawin/nikah.
  2. Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan bahwa untuk dapat melangsungkan perkawinan, usia 19 tahun bagi pria dan usia 16 tahun bagi wanita. Pada Pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa yang belum berusia 21 tahun harus mendapat izin dari orang tua atau walinya untuk melakukan perkawinan.
  3. Pasal 45 KUH Pidana, belum dapat dipidana seseorang yang belum berusia 16 tahun. Hakim berdasarkan Pasal 46 KUH Pidana dapat menjatuhkan hukuman dengan tiga kemungkinan, yaitu mengembalikan kepada orang tua si anak, memasukkan dalam pemeliharaan anak negara, atau menjatuhkan pidana tetapi dikurangi sepertiga dari ancaman maksimal pidana yang dilanggar dan dipenjara pada penjara khusus anak-anak.
  4. Pasal 28 UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), hak seseorang untuk memilih adalah usia 17 tahun atau sudah/pernah kawin pada waktu pendaftaran pemilih.
  5. Pasal 2 ayat (1) butir d PP No. 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi menyebutkan bahwa usia untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah
    1. SIM C dan SIM D pada usia 16 tahun;
    2. SIM A pada usia 17 tahun;
    3. SIM B1 dan SIM B2 pada usia 20 tahun
  6. Pasal 33 Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1977 tentang Kependudukan, usia 17 tahun atau sudah/pernah nikah/kawin, wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).

b. Orang dewasa yang berada di bawah pengampuan (curatele), disebabkan oleh.

  1. Sakit ingatan: gila, orang dungu, penyakit suka mencuri (kleptomania), khususnya penyakit.
  2. Pemabuk dan pemboros (ketidakcakapannya khusus dalam peralihan hak di bidang harta kekayaan).
  3. Istri yang tunduk pada Pasal 110 KUH Perdata. Ketentuan ini dianulir oleh Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 1963, bahwa setiap istri sudah dianggap cakap melakukan perbuatan hukum. Status istri yang ditempatkan di bawah pengampuan berdasarkan penetapan hakim yang disebut kurandus.

2. Badan Hukum

Badan Hukum (rechts persoon), suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Badan hukum terbagi atas dua macam, yaitu:

  1. Badan hukum privat, seperti perseroan terbatas (PT), firma, CV, badan koperasi, yayasan, PT (Persero) – BUMN/D dan sebagainya
  2. Badan hukum publik, seperti negara, pemerintah daerah, desa, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Keberadaan suatu badan hukum, berdasarkan teori hukum ditentukan oleh empat teori yang menjadi syarat suatu badan hukum (sehingga dapat dikelompokkan/digolongkan) sebagai subjek hukum, yaitu:

  1. Teori fictie, yaitu badan hukum dianggap sama dengan manusia (orang) sebagai subjek hukum, dan hukum juga memberi hak dan kewajiban.
  2. Teori kekayaan bertujuan, yaitu harta kekayaan dari suatu badan hukum mempunyai tujuan tertentu, dan harus terpisah dari harta kekayaan para pengurus atau anggotanya.
  3. Teori pemilikan bersama, yaitu semua harta kekayaan badan hukum menjadi milik bersama para pengurus atau anggotanya.
  4. Teori organ, yaitu badan hukum harus mempunyai organisasi atau
  5. alat untuk mengelola dan melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan, yaitu para pengurus dan aset (modal yang dimiliki).

Konsekuensi dari pemisahan harta kekayaan badan hukum dengan harta pribadi para pengurus atau anggotanya adalah

  1. Penagih pribadi terhadap anggota badan hukum, tidak berhak menuntut harta badan hukum.
  2. Para pengurus/anggota tidak boleh secara pribadi menagih piutang badan hukum terhadap pihak ketiga.
  3. Tidak dibenarkan kompensasi (ganti kerugian) utang pribadi dari pengurus atau anggota dengan utang badan hukum.
  4. Hubungan hukum berupa perjanjian antara pengurus/anggota dengan badan hukum disamakan hubungan hukum dengan pihak ketiga.
  5. Jika badan hukum pailit, hanya para kreditur saja yang dapat menuntut harta kekayaan badan hukum.

Objek Hukum

Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum, dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Menurut terminologi (istilah) ilmu hukum, objek hukum disebut pula ”benda atau barang,” sedangkan ”benda atau barang” menurut hukum adalah segala barang dan hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis, dan dibedakan atas sebagai berikut.

1. Benda yang Berwujud dan Benda Tidak Berwujud

  1. Benda yang berwujud, yaitu segala sesuatu yang dapat dicapai atau dilihat dan diraba oleh panca indera, contohnya, rumah, meja, kuda, pohon kelapa.
  2. Benda tidak berwujud, yaitu segala macam benda yang tidak berwujud, berupa segala macam hak yang melekat pada suatu benda, contoh, hak cipta, hak atas merek, hak atas tanah, hak atas rumah.

2. Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak

  1. Benda bergerak, yaitu benda yang bergerak, karena:
    1. Sifatnya dapat bergerak sendiri, seperti hewan (kuda, sapi, kambing);
    2. Dapat dipindahkan, seperti kursi, meja, buku;
    3. Benda bergerak karena penetapan atau ketentuan undang-undang, yaitu hak pakai atas tanah dan rumah, hak sero, hak bunga yang dijanjikan.
  2. Benda tidak bergerak, yaitu setiap benda yang tidak dapat bergerak sendiri atau tidak dapat dipindahkan, karena:
  1. Sifatnya yang tidak bergerak, seperti hutan, kebun dan apa yang didirikan di atas tanah, termasuk apa yang terkandung di dalamnya;
  2. Menurut tujuannya, setiap benda yang dihubungkan dengan benda yang karena sifatnya tidak bergerak, seperti wastafel di kamar mandi, ubin, alat percetakan yang besar di pabrik;
  3. Penetapan undang-undang, yaitu hak atas benda tidak bergerak dan kapal yang tonasenya/beratnya 20 m3.

Pentingnya pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak yang diberikan hukum dalam kaitannya dengan pengalihan hak, yaitu terhadap benda bergerak, cukup dilakukan dengan penyerahan langsung, sedangkan benda tidak bergerak dilakukan dengan penyerahan dengan surat atau akta balik nama. [*]