Pengertian Hukum dan Sistem Hukum

Pengertian Hukum dan Sistem Hukum - Apa yang dimaksud hukum dan sistem hukum?

Pengertian Sistem

Pengertian sistem, dalam kamus bahasa Inggris yang berjudul The American Heritage Dictionary of The English Language disebutkan bahwa “a group of interacting, interrelated or interdependent elements forming or regarded as forming a collective entity.” Pengertian tersebut adalah salah satu yang disebutkan dalam kamus tersebut. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan dua ciri, yaitu pertama, hubungan dan saling ketergantungan di antara bagian-bagian atau elemen-elemen dalam sistem, dan kedua merupakan suatu entity.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka tiap-tiap bagian tersebut mempunyai fungsi yang saling berhubungan dan saling tergantung, dimana bila suatu fungsi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, akan terjadi hambatan dan bagian yang lain akan menjadi tidak berfungsi dengan baik. Sistem tersebut bekerja pada suatu wadah atau tempat tersendiri yang disebut dengan suatu lingkungan (environment) dan terdapat batas-batas antara suatu sistem dengan lingkungannya.

Gambaran konkret bekerja suatu sistem adalah misal dalam suatu kehidupan keluarga, berubahnya status atau kedudukan seorang ayah sebagai kepala keluarga dapat membawa perubahan kepada kehidupan keluarga tersebut, terutama pada anak dan istrinya menjadi lebih makmur dan atau terpandang. Pada kehidupan yang lebih luas di masyarakat, terjadinya perubahan kebijakan ekonomi, seperti naiknya harga BBM berdampak sangat besar bagi seluruh sendi-sendi kehidupan, karena kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya menjadi sangat berkurang, karena pendapatan yang tidak naik tetapi barang konsumsi yang dibutuhkan harganya naik akibat naiknya BBM.

Pengertian Hukum

Menurut L. J Van Apeldoorn tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut hukum itu. Definisi tentang hukum sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakan sesuai dengan kenyataannya.

Manusia dalam kehidupannya tidak dapat melepaskan diri dari kaidah-kaidah hukum yang ada. Hukum sebagai salah satu kaidah yang mengatur kehidupan antar pribadi, telah menguasai kehidupan manusia sejak ia dilahirkan, bahkan waktu ia masih di dalam kandungan hingga sampai ke liang kubur memberikan arah dan gambaran, akan tetapi karena bidang hukum itu luas dan mencakup banyak hal maka tidak akan dapat mencakup secara keseluruhan.

Merupakan suatu kenyataan bahwa hukum bukanlah satu-satunya kaidah yang mengatur kehidupan antar pribadi atau bermasyarakat, karena dalam hidupnya manusia tidak hanya terikat oleh kaidah hukum, tetapi masih ada kaidah lain. Berbagai macam kaidah yang ada itu dapat dilacak dari sifat kehidupan manusia yang menyangkut aspek pribadi dan aspek hidup antar pribadi atau bermasyarakat.

Termasuk dalam tata kaidah aspek pribadi adalah:

  1. Tata Kaidah Kepercayaan.
  2. Tata Kaidah Kesusilaan.

Sedangkan yang tergolong dalam Tata Kaidah aspek hidup antar pribadi atau bermasyarakat adalah:

  1. Tata Kaidah Sopan Santun.
  2. Tata Kaidah Hukum.

Memperoleh kejelasan terhadap berbagai arti dari hukum adalah sangat penting, agar tidak terjadi kesimpangsiuran di dalam studi terhadap hukum. Dalam hal ini akan dijelaskan pengertian yang diberikan oleh masyarakat. Beberapa pengertian hukum adalah:

  1. sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.
  2. sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala yang dihadapi.
  3. sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan.
  4. sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.
  5. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer).
  6. sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut pembuatan keputusan yang tidak semata-mata diperintahkan oleh aturan-aturan hukum, tetapi keputusan yang dibuat atas pertimbangan yang bersifat personal.
  7. sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan artinya, hukum dianggap sebagai suatu perintah atau larangan yang berasal dari badan negara yang berwenang dan didukung dengan kemampuan serta kewenangan untuk menggunakan paksaan.
  8. sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
  9. sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.

Pengertian Sistem Hukum

Dalam lingkup hukum, untuk memahami sistem yang bekerja, maka pendapat dari Lawrence M. Friedman dapat dijadikan batasan, yaitu sistem hukum dapat dibagi ke dalam tiga komponen atau fungsi, yaitu komponen struktural , komponen substansi dan komponen budaya hukum. Ketiga komponen tersebut dalam suatu sistem hukum saling berhubungan dan saling tergantung.

Pada komponen struktural akan dijelaskan tentang bagian-bagian sistem hukum yang berfungsi dalam suatu mekanisme kelembagaan, yaitu lembaga-lembaga pembuat undang-undang, pengadilan dan lembaga-lembaga lain yang memiliki wewenang sebagai penegak dan penerap hukum. Hubungan antara lembaga tersebut terdapat pada UUD 1945 dan amandemennya.

Komponen substansi berisikan hasil nyata yang diterbitkan oleh sistem hukum. Hasil nyata ini dapat berwujud in concerto (kaidah hukum individual) dan in abstraco (kaidah hukum umum). Disebut kaidah hukum individual karena kaidah-kaidah tersebut berlakunya hanya ditujukan pada pihak-pihak atau individu-individu tertentu saja, contohnya

  1. Putusan yang ditetapkan oleh pengadilan, misalnya seseorang diputuskan dihukum selama 5 tahun karena telah melakukan pembunuhan.
  2. Keputusan (bestuur) yang dikeluarkan oleh pemerintah, misalnya seseorang yang diberi izin untuk melakukan impor bahan makanan atau seseorang yang diberi izin untuk mengemudikan kendaraan bermotor (diberi SIM).
  3. Panggilan yang dilakukan oleh Kepolisian, yaitu seseorang yang dipanggil untuk keperluan memberi keterangan kepada polisi.
  4. Persetujuan dalam suatu perjanjian, misalnya seseorang yang akan menyerahkan haknya (dalam bentuk jual beli atau sewa), atau seseorang yang harus menyerahkan kewajibannya (dalam membayar sewa atau piutang).

Pada kaidah hukum yang in-abstraco, merupakan kaidah umum yang bersifat abstrak karena berlakunya kaidah semacam itu tidak ditujukan kepada individu-individu tertentu tetapi kaidah ini ditujukan kepada siapa saja yang dikenai perumusan kaidah umum tersebut. Kaidah ini dapat dibaca pada perumusan berbagai UU yang ada.

Dari contoh kedua kaidah tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum in-abstraco adalah menyangkut aturan-aturan hukum baik yang berupa UU atau bentuknya yang lain. Sedangkan hukum in-concreto adalah keputusan atau putusan dalam kasus-kasus konkret yang mempunyai kekuatan mengikat karena sah menurut hukum.

Komponen struktural juga mencakup pembidangan hukum, yaitu yang membagi pembidangan dengan hukum publik dan hukum perdata serta hukum materiil dan formal, yaitu:

Hukum Negara

a. Hukum Tata Tantra atau Hukum Tata Negara:
1) Materiil, dan
2) Formal.

b. Hukum Administrasi Tantra atau Hukum Administrasi Negara
1) Materil, dan
2) Formil

Hukum Perdata

a. Hukum Perdata materiil yang mencakup

1) Hukum Pribadi

2) Hukum Harta Kekayaan yang terdiri dari:

a) Hukum Benda
(1) Hukum Benda Tetap atau Hukum Agraria
(2) Hukum Benda Lepas

b) Hukum Perikatan
(1) Hukum Perjanjian
(2) Hukum Penyelewengan Perdata
(3)Hukum Perikatan Lainnya

c) Hukum Objek Imateriil

3) Hukum Keluarga
a) Hukum Kekerabatan
b) Hukum Perkawinan (hubungan suami-sitri)
c) Hukum Hubungan Orang tua/wali-anak
d) Hukum Perceraian
e) Hukum Harta Perkawinan

4) Hukum Waris

b. Hukum Perdata formal.

Hukum Pidana

a. Hukum Pidana materiil.
b. Hukum Pidana formal.

Pada hukum Internasional, yang merupakan hukum yang berhubungan dengan peristiwa internasional, dapat berupa

  1. Peristiwa Tantra Internasional atau Hukum Tantra Internasional,
  2. Peristiwa Perdata Internasional atau Hukum Perdata Internasional, dan
  3. Peristiwa Pidana Internasional atau Hukum Pidana Internasional.

Komponen ketiga yaitu komponen budaya hukum. Sikap-sikap publik atau para warga masyarakat beserta nilai–nilai yang dipegangnya sangat berpengaruh terhadap pendayagunaan pengadilan sebagai tempat menyelesaikan sengketa. Sikap-sikap dan nilai-nilai yang dipegang oleh warga masyarakat tersebut disebut budaya hukum, sehingga budaya hukum diartikan sebagai keseluruhan nilai-nilai sosial yang berhubungan dengan hukum beserta sikap-sikap yang mempengaruhi hukum.

Pembagian sistem hukum dalam tiga komponen yang dilakukan oleh Lawrence M. Friedman ditujukan untuk menganalisa bekerjanya suatu sistem hukum dalam kajian hukum dan masyarakat. Sistem hukum sering juga disebut sebagai tata hukum. Kesamaan pengertian sistem hukum dengan tata hukum dapat kita jumpai dalam buku karangan Soepomo dengan judul ”Sistem Hukum Indonesia sebelum perang dunia ke dua.” Dengan adanya kesamaan tersebut, bukan keliru atau tidak dapat diterima, hanya saja kesamaan seperti itu merupakan penyempitan arti dari pengertian sistem hukum.

Menyamakan sistem hukum dengan tata hukum bukan merupakan kekeliruan atau tidak dapat diterima, tetapi penyamaan tersebut mengakibatkan penyempitan arti dari pengertian sistem hukum. Jonathan H.

Turner dalam bukunya Pattern of Social Organization menyebutkan bahwa di dalam setiap sistem hukum ditemukan elemen-elemen adanya:

  1. seperangkat kaidah atau aturan tingkah laku (axplicit laws or rules of conduct) yang dapat dikenali.
  2. tata cara penerapan berbagai kaidah tersebut (mechanism for enforcing laws).
  3. tata cara untuk menyelesaikan sengketa yang berdasarkan kaidah/aturan hukum yang berlaku (mechanism for mediating and adjudicating disputes in accordance with laws).
  4. tata cara pembuatan atau perubahan hukum (mechanism for enacting new or changing old laws).

Dalam setiap sistem hukum akan selalu kita jumpai satu kesatuan yang dinamakan kaidah hukum, dari sini akan dapat dikenali beberapa sikap yang diwajibkan, diperbolehkan atau dilarang dalam berbagai situasi yang berbeda. Berbagai kaidah hukum masih banyak ditemukan dalam bentuk yang tidak tertulis. Dalam masyarakat yang masih tradisional, sering kali kaidah hukum bercampur atau hampir tak terbedakan dengan kaidah-kaidah lainnya seperti kebiasaan, kepercayaan atau tradisi. Di samping kaidah hukum dapat dijumpai dalam bentuk yang tertulis dan tak tertulis, kaidah hukum juga sering ditemukan dalam keadaan yang tersebar tak terkumpulkan dalam suatu bentuk dan koleksi tertentu.

Berbagai kaidah hukum yang tersebar tersebut nampak terpisah-pisah dan berdiri sendiri dan tak menunjukkan saling hubungan satu dengan lain. Kalau keadaan seperti itu, dapatlah dikatakan sebagai suatu sistem yang sudah tentu harus menampakkan adanya kesatuan (entity) yang menjadi ciri dari suatu sistem? Bagian-bagian (berbagai kaidah hukum yang ada) yang tampaknya terlepas dan berdiri sendiri itu sebenarnya merupakan kesatuan yang ada tali pengikatnya. Kesatuan tersebut diikat oleh beberapa pengertian yang lebih umum sifatnya dan yang mengandung suatu tuntutan etis berupa asas-asas hukum. Jadi asas-asas hukum yang bersifat umum dengan tuntutan etisnya itulah yang merupakan tali pengikat sehingga menjadi suatu kesatuan yang terpadu.

Adanya kesatuan atau kebulatan dari berbagai kaidah hukum yang nampaknya terlepas dan berdiri sendiri itu dapat pula dijelaskan dengan menggunakan kerangka teori dari Hans Kelsen. Menurut Kelsen, bahwa

sistem hukum itu merupakan suatu sistem per-tangga-an (bertingkat-tingkat) kaidah artinya, suatu keadaan hukum yang tingkatnya lebih rendah haruslah mempunyai dasar atau pegangan pada kaidah hukum yang lebih tinggi sifatnya. Setiap kaidah hukum haruslah mencerminkan sistem pertanggaan ini dan yang akhirnya kaidah hukum tertinggi yang dinamakan konstitusi itupun harus bersumber pada suatu norma dasar yang disebut grundnorm. Teori dari Hans Kelsen ini dinamakan stufenbau teori.

Alasan lain yang dapat mendukung bahwa hukum itu sebagai suatu sistem adalah kenyataan bahwa sistem hukum tidak hanya sekumpulan aturan–aturan yang tidak mempunyai sistematika atau ikatan kesatuan, akan tetapi aturan–aturan tersebut disatukan oleh masalah keabsahan, aturan ini dianggap sah apabila berasal dari sumber yang sama sehingga tercipta pola kesatuan.

Agar kita dapat menjelaskan adanya suatu sistem hukum, Fuller berpendapat bahwa ukuran tersebut dapat diletakkan dalam tujuh asas yang dinamakan principles of legality, yang isinya:

  1. Sistem hukum harus mengandung aturan-aturan artinya bahwa ia tidak boleh hanya sekedar keputusan-keputusan ad hoc
  2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat harus diumumkan.
  3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, agar dapat dipakai sebagai pedoman tingkah laku, juga bisa digunakan sebagai pedoman yang ditujukan untuk masa yang akan datang.
  4. Peraturan-peraturan tersebut harus disusun dalam rumusan yang mudah dimengerti dan dipahami bersama.
  5. Suatu sistem tidak boleh bertentangan antara yang satu dengan yang lain.
  6. Peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan.
  7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk mengubah peraturan yang sudah ditetapkan.

Ketujuh asas tersebut tidak hanya sebagai persyaratan adanya sistem hukum, tetapi juga merupakan pengkualifikasian terhadap sistem hukum yang memiliki moralitas budaya hukum tertentu. Istilah hukum dapat diartikan bermacam arti dan isi. Yang menjadi masalah pokok dari sistem hukum antara lain:

1. Elemen atau unsur dari sistem hukum

Dalam ilmu hukum terjadi konsensus pragmatis, bahwa elemen atau unsur tertentu merupakan hukum. Yang dianggap sebagai hukum adalah aturan hidup yang terjadi karena perundang-undangan, keputusan hakim/yurisprudensi serta kebiasaan.

2. Bidang-bidang suatu sistem hukum

Biasanya dilakukan atas dasar kriteria tertentu, Pembidangan tersebut menghasilkan bermacam dikotomi sebagai berikut.

  1. ius constitutum dan ius constituendum;
  2. Hukum alam dan hukum positif;
  3. Hukum imperatif dan hukum fakultatif;
  4. Hukum substantif dan hukum ajektif;
  5. Hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.

3. Konsistensi sistem hukum.

Kemungkinan terjadinya pertentangan dalam suatu sistem hukum dapat terjadi, misalnya:

  1. Pertentangan antara satu peraturan perundangan dengan peraturan perundangan yang lain;
  2. Pertentangan antara peraturan perundangan dengan hukum kebiasaan;
  3. Pertentangan antara peraturan perundangan dengan yurisprudensi;
  4. Pertentangan antara yurisprudensi dengan hukum kebiasaan.

4. Pengertian dasar suatu sistem hukum

  1. Subjek Hukum;
  2. Hak dan Kewajiban;
  3. Peristiwa Hukum;
  4. Hubungan Hukum;
  5. Objek Hukum.

5. Kelengkapan sistem hukum

Dapat digunakan untuk pengembangan teori hukum, maupun mempersiapkan mereka yang akan berkecimpung di bidang praktik hukum. [*]