Memahami Subjek Hukum Perdata dan Kecakapan Bertindak dalam Hukum Perdata di Indonesia

Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali berhadapan dengan berbagai situasi yang melibatkan aspek hukum perdata. Namun, tidak semua orang memahami dengan baik siapa saja yang dapat menjadi subjek hukum perdata dan bagaimana aturan mengenai kecakapan bertindak dalam hukum perdata. Artikel ini akan mengulas secara komprehensif tentang kedua konsep penting tersebut, yang menjadi fondasi dalam sistem hukum perdata di Indonesia.

Subjek Hukum Perdata: Pengertian dan Jenisnya

Dalam konteks hukum perdata, subjek hukum merupakan entitas yang dapat memiliki hak dan kewajiban dalam tata hukum. Subjek hukum ini terdiri dari dua kategori utama, yaitu manusia (individu) dan badan hukum.

Manusia menjadi subjek hukum sejak dilahirkan hingga meninggal dunia. Namun, ada pengecualian dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan bahwa bayi dalam kandungan dapat dianggap sebagai subjek hukum jika terdapat kepentingan yang mengharuskan dan bayi tersebut lahir dalam keadaan hidup.

Selain manusia, badan hukum juga merupakan subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Badan hukum dapat melakukan tindakan hukum melalui perwakilan yang sah, seperti direksi pada perseroan terbatas. Menurut Prof. Meyers, badan hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Memiliki kekayaan sendiri,
  2. Memiliki tujuan tertentu,
  3. Memiliki kepentingan sendiri,
  4. Memiliki organisasi yang teratur.

Status badan hukum publik ditentukan oleh peraturan perundang-undangan khusus, seperti pembentukan provinsi atau kabupaten. Sementara itu, badan hukum privat yang dibentuk oleh masyarakat mendapatkan status hukum setelah mendapatkan pengesahan dari instansi berwenang, seperti pengesahan anggaran dasar oleh notaris yang kemudian diumumkan dalam Berita Negara oleh Menteri Hukum dan HAM.

Kecakapan Bertindak dalam Hukum Perdata

Tidak semua subjek hukum memiliki kecakapan untuk bertindak dalam melakukan perbuatan hukum. Kecakapan bertindak diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap bertindak hukum adalah:

  1. Mereka yang belum dewasa,
  2. Wanita bersuami,
  3. Mereka yang berada di bawah pengampuan.

Secara umum, orang yang telah berusia 21 tahun atau yang telah menikah dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tidak disebutkan secara eksplisit mengenai batas usia kecakapan bertindak hukum. Melalui Pasal 47 dan 50 undang-undang tersebut, anak yang belum berusia 18 tahun dan belum pernah menikah masih berada di bawah kekuasaan orang tua atau wali. Dengan demikian, anak yang berusia 17 tahun atau lebih dan tidak di bawah kekuasaan orang tua atau wali dapat dianggap telah dewasa dan cakap bertindak hukum.

Terkait dengan kecakapan bertindak, terdapat mekanisme pendewasaan (handlichting) yang memungkinkan orang yang belum dewasa tetapi memenuhi syarat tertentu untuk dianggap dewasa. Ada dua jenis pendewasaan:

  1. Pendewasaan penuh, diajukan kepada Presiden RI oleh orang yang berusia 20 tahun, yang kemudian akan menerima surat pendewasaan (Venia Aetatis).
  2. Pendewasaan terbatas, diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri oleh mereka yang berusia 18 tahun untuk melakukan perbuatan hukum tertentu.

Pasal 330 KUHPerdata yang mengatur tentang kecakapan wanita bersuami kini tidak lagi berlaku setelah adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa suami dan istri memiliki kedudukan yang setara dalam hukum.

Selain itu, orang yang sudah dewasa tetapi tidak cakap bertindak hukum karena alasan tertentu, seperti lemah akal, boros, atau hilang ingatan, ditempatkan di bawah pengampuan (curatelle).

Baca juga: Evolusi Hukum Perdata Indonesia: Perjalanan Pasca-Kemerdekaan

Kesimpulan

Subjek hukum perdata dan kecakapan bertindak dalam hukum perdata memainkan peran penting dalam tata hukum di Indonesia. Memahami kriteria subjek hukum dan syarat kecakapan bertindak membantu memastikan bahwa setiap individu dan badan hukum dapat menjalankan hak dan kewajibannya dengan tepat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan begitu, kepastian hukum dan keadilan dapat terwujud dalam masyarakat.

Pegiat Hukum dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Jambi