Syarat-Syarat Perkawinan di Indonesia

Pernikahan merupakan momen sakral yang menjadi tonggak penting dalam kehidupan seseorang. Namun, sebelum mengucapkan ikrar suci, calon pengantin di Indonesia perlu memenuhi serangkaian persyaratan yang telah ditetapkan oleh hukum. Artikel ini akan mengulas secara komprehensif tentang syarat-syarat perkawinan yang berlaku di Indonesia, baik dari segi hukum maupun administratif.

Landasan Hukum Perkawinan di Indonesia

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi dasar hukum utama yang mengatur tata cara dan persyaratan pernikahan di Indonesia. Peraturan ini kemudian diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang mengatur tentang pelaksanaan UU Perkawinan tersebut.

Syarat Materil dan Formil Perkawinan

Dalam konteks hukum perkawinan, terdapat dua jenis syarat yang harus dipenuhi oleh calon pengantin, yakni syarat materiil dan syarat formil.

1. Syarat Materil

    Syarat materiil adalah persyaratan yang berkaitan dengan pribadi calon pengantin. Syarat ini terbagi menjadi dua kategori:

    a. Syarat Materiil Umum

    • Persetujuan kedua calon mempelai
    • Batas usia minimal: 19 tahun untuk pria dan wanita
    • Status tidak terikat perkawinan dengan orang lain
    • Berlakunya masa tunggu bagi wanita yang pernah menikah

    b. Syarat Materiil Khusus

    • Izin orang tua atau wali bagi calon pengantin di bawah 21 tahun
    • Larangan perkawinan karena hubungan darah, persusuan, atau alasan agama

    2. Syarat Formil

      Syarat formil berkaitan dengan prosedur administratif yang harus diikuti sebelum dan saat berlangsungnya perkawinan. Prosedur ini meliputi:

      a. Sebelum Perkawinan

      • Pemberitahuan kehendak menikah kepada Pegawai Pencatat Nikah
      • Penyerahan dokumen pendukung
      • Masa tunggu 10 hari kerja untuk penelitian dan pengumuman

      b. Saat Perkawinan

      • Dilangsungkan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah
      • Dihadiri dua orang saksi
      • Penandatanganan akta perkawinan

      Perbandingan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

      Meskipun UU No. 1 Tahun 1974 menjadi acuan utama, beberapa aspek dalam KUHPerdata masih relevan untuk diperhatikan. Beberapa perbedaan mencolok antara UU Perkawinan dan KUHPerdata meliputi:

      1. Batas Usia Perkawinan
        UU Perkawinan: 19 tahun untuk pria dan wanita
        KUHPerdata: 18 tahun untuk pria dan 15 tahun untuk wanita
      2. Asas Monogami
        UU Perkawinan: Menganut asas monogami relatif
        KUHPerdata: Menganut asas monogami absolut
      3. Izin Perkawinan
        UU Perkawinan: Diperlukan hingga usia 21 tahun
        KUHPerdata: Diperlukan hingga usia 30 tahun
      4. Larangan Perkawinan
        UU Perkawinan: Mencakup larangan berdasarkan hukum agama
        KUHPerdata: Tidak mengatur larangan berdasarkan hukum agama

      Prosedur Administratif Perkawinan

      Calon pengantin wajib melalui serangkaian prosedur administratif sebelum melangsungkan pernikahan. Langkah-langkah ini meliputi:

      1. Pemberitahuan kehendak menikah kepada Pegawai Pencatat Nikah di KUA (bagi Muslim) atau Kantor Catatan Sipil (bagi non-Muslim).

      2. Melengkapi dokumen yang diperlukan, seperti:

        • Surat keterangan untuk menikah dari kepala desa/lurah
        • Akta kelahiran
        • Surat keterangan orang tua
        • Surat persetujuan kedua calon mempelai
        • Pas foto

        3. Menunggu selama 10 hari kerja untuk proses penelitian dan pengumuman oleh Pegawai Pencatat Nikah.

        4, Pelaksanaan akad nikah di hadapan Pegawai Pencatat Nikah dan dua orang saksi.

        5. Penandatanganan akta perkawinan oleh kedua mempelai, saksi, dan pejabat yang berwenang.

          Perkawinan Jarak Jauh: Mungkinkah?

          Di era digital ini, muncul pertanyaan mengenai kemungkinan melangsungkan pernikahan jarak jauh melalui telepon atau telekonferensi. Namun, mengingat sifat pengaturan dalam UU Perkawinan yang tertutup, pernikahan jarak jauh seperti ini belum dapat dibenarkan secara hukum.

          Alternatif yang dapat ditempuh adalah dengan memberikan surat kuasa kepada wakil untuk hadir dalam pernikahan. Surat kuasa ini dapat dibuat secara otentik atau di bawah tangan yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Ayat (2) Huruf h PP No. 9 Tahun 1975.

          Baca juga: Memahami Konsep Perkawinan dalam Hukum Perdata Indonesia

          Penutup

          Memahami syarat-syarat perkawinan merupakan langkah penting bagi setiap calon pengantin di Indonesia. Dengan mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, pasangan dapat memastikan bahwa pernikahan mereka sah secara hukum dan diakui oleh negara. Meskipun prosedur administratif mungkin terlihat rumit, namun hal ini diperlukan untuk melindungi hak-hak individu dan menjaga ketertiban dalam masyarakat.

          Bagi calon pengantin, disarankan untuk memulai proses administratif jauh-jauh hari sebelum tanggal pernikahan yang direncanakan. Dengan persiapan yang matang dan pemahaman yang baik tentang syarat-syarat perkawinan, diharapkan prosesi pernikahan dapat berjalan lancar dan menjadi awal yang baik bagi kehidupan rumah tangga yang baru.

          Alumni Fakultas Hukum Universitas Andalas