Pengertian Reforma Agraria
Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset dan di sertai dengan penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Istilah agraria berhubungan erat dengan hal-hal yang terkait dengan pembagian, peruntukan, dan pemilikan lahan. Agraria sering pula disamakan dengan pertanahan. Dalam banyak hal, agraria juga memiliki definisi terkait pertanian (dalam pengertian luas, agrikultur), karena pada awalnya, keagrariaan muncul karena terkait dengan pengolahan lahan.
Tujuan Reforma Agraria
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018, reforma agraria memiliki tujuan sebagai berikut :
- Mengurai ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka menciptakan keadilan;
- Menangani sengketa dan konflik agraria;
- Menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria melalui pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;
- Menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan;
- Memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi;
- Meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; dan
- Memperbaiki dan menjaga lingkungan hidup.
Jika reforma agraria dijalankan dengan baik maka akan menghasilkan revitalisasi sektor pertanian dan pedesaan yang kokoh. Reforma agraria yang berhasil ditandai oleh kepastian penguasaan tanah yang menjamin penghidupan dan kesempatan kerja bagi petani, tata guna tanah yang mampu memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian mutu lingkungan hidup, kedaulatan pangan, kemampuan produktivitas yang mampu membuat keluarga petani mampu melakukan re-investasi dan memiliki daya beli yang tinggi.
Kalau hal ini terjadi, sektor pertanian akan menjadi sandaran hidup mayoritas rakyat dan juga sekaligus penyokong industrialisasi nasional. Dengan demikian reforma agraria akan mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan keamanan.
Dengan kata lain tujuan pokok dari reforma agraria (yang sejati) adalah penciptaan keadilan sosial yang ditandai dengan adanya keadilan agraria (agrarian justice), peningkatan produktivitas dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Keadilan agraria itu sendiri dapat dimaknai sebagai suatu kondisi dimana struktur penguasaan tanah secara relatif. Tidak memperlihatkan ketimpangan yang memberikan peluang bagi terciptanya penyebaran dan penguatan aktivitas perekonomian rakyat yang berbasis di pedesaan.
Kemudian, menjadi basis bagi partisipasi aktif dan produktif bagi sebagian besar penduduk yang nyatanya bergantung pada aktivitas pertanian untuk terlibat dalam kegiatan pembangunan nasional baik secara sosial, ekonomi, maupun politik.
Itu sebabnya, sejak lama banyak ahli meyakini bahwa reforma agraria yang sejati akan memberikan kontribusi penting bagi proses demokratisasi pedesaan yang dalam konteks Indonesia adalah salah satu pangkalan penting bagi kehidupan sosial sebagai besar penduduknya.
Subjek dan Objek Reforma Agraria
Pada tahap penyelenggaraannya reforma agraria di lakukan terhadap TORA (Tanah Objek Reforma Agraria), yang mana TORA adalah objek tanah yang di kuasai oleh negara atau tanah yang telah dimiliki oleh masyarakat untuk di redistribusikan atau di legalisasi.
1. Subjek Reforma Agraria
Subjek reforma agraria adalah orang peseorangan yang memenuhi syarat, kelompok masyarakat yang memiliki hak kepemilikan bersama, dan badan hukum yang memenuhi syarat.
2. Objek Reforma Agraria
Objek reforma agraria ialah seperti eks- Hak Guna Usaha (HGU), Tanah Terlantar, Tanah Negara Lainnya, tanah dari penyelesaian konflik sengketa agraria, tanah dari pelepasan kawasan hutan, dan partisipasi masyarakat.
Penyelenggaraan Reforma Agraria
Penyelenggaraan reforma agraria di jalankan oleh Pemerintah, baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam sektor kehutanan sebagai mana yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yaitu dalam Pasal 7 Ayat 4 Huruf c yaitu tentang Kehutanan telah mengatur bahwa Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengelola sektor kehutanan.
1. Tahap Perencanaan Reforma Agraria
Pada tahap perencanaan reforma agraria meliputi:
- Perencanaan penataan aset terhadap penguasaan dan pemilikan TORA;
- Perencanaan terhadap penataan akses dalam penggunaan dan pemanfaatan serta produksi terhadap TORA;
- Peningkatan kepastian hukum dan legalitas atas TORA;
- Penanganan sengketa dan konflik agraria: dan
- Perencanaan kegiatan lain yang mendukung reforma agraria.
Selain itu, tahap perencanaan reforma agraria ini juga menjadi acuan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian, lembaga dan rencana pembangunan daerah.
2. Tahap Pelaksanaan Reformasi Agraria
Pada tahap ini pelaksanaan di lakukan melalui:
Penataan Aset
Tahapan ini terdiri dari retribusi tanah dan pelegalisasian aset. Retribusi sendiri seperti yang sudah di jelaskan dapat berupa tanah HGU dan HGB yang telah habis masa berlaku dan tidak di ajukan permohonan perpanjangan izin atau tidak di mohonkan pembaharuan haknya dalam jangka waktu 1 tahun setelah izin berakhir atau tanah yang diperoleh dari kewajiban pemegang HGU untuk menyerahkan paling sedikit 20% dari luas bidang tanah yang berubah menjadi HGB karena perubahan peruntukan rencana tata ruang.
Kemudian, tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan negara atau hasil perubahan batas hutan yang di tetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai sumber TORA.
Maka, dapat di tarik kesimpulan bahwa Penataan Aset reforma agraria adalah tahapan penting dalam penyelenggaraan serta perlaksanaan reforma agraria agar tanah atau lahan yang akan menjadi TORA memiliki kepastian hukum serta legalitas sebelum di redistribusikan.
Penataan Akses
Maksudnya adalah pemberian kesempatan akses permodalan maupun bantuan lain kepada subjek reforma agraria dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis pada pemanfaatan tanah, yang disebut juga pemberdayaan masyarakat. Penataan akses dilaksanakan berbasis klaster dalam rangka meningkatkan skala ekonomi, nilai tambah serta mendorong inovasi kewirausahaan Subjek Reforma Agraria.
Adapun Penataan Akses meliputi:
- Pemetaan sosial;
- Peningkatan kapasitas kelembagaan;
- Pendampingan usaha;
- Peningkatan keterampilan;
- Penggunaan teknologi tepat guna;
- Diversifikasi usaha;
- Fasilitasi akses permodalan;
- Fasilitasi akses pemasaran;
- Penguatan basis data dan informasi komoditas; dan
- penyediaan infrastruktur pendukung.
Dalam pelaksanaan penataan akses di lakukan oleh Kementerian atau lembaga terkait yang di koordinasikan oleh gugus tugas reformasi agraria, dan di lakukan dengan beberapa cara seperti kerja sama antara masyarakat yang memiliki Sertifikat Hak Milik dengan badan hukum melalui program kemitraan yang berkeadilan dan kerja sama antara kelompok masyarakat yang memiliki hak kepemilikan bersama dengan badan hukum melalui program tanah sebagai penyertaan.