Perhutanan Sosial merupakan salah satu program dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang memiliki tujuan untuk mensejahterakan rakyat di pinggir kawasan hutan dan pelestarian hutan itu sendiri.
Program ini didasarkan kepada dua agenda yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat di pinggir kawasan hutan dan juga menciptakan pelestarian hutan yang efektif.
Perhutanan sosial ini memiliki satu paradigma bahwa pembangunan di lakukan tidak hanya dimulai dari kota, melainkan pembangunan juga dapat di mulai dan di lakukan oleh masyarakat desa (di pinggir kawasan hutan). Perhutanan sosial juga memiliki tiga pilar dalam pelaksanaannya yaitu Lahan, kesempatan berusaha, dan sumber daya manusia.
Pengertian Perhutanan Sosial
Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang di laksanakan dalam kawasan hutan negara atau kawasan hutan hak/hutan adat yang di laksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan hutan.
Tujuan Perhutanan Sosial
Tujuan dari perhutanan sosial sendiri adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui mekanisme pemberdayaan dan tetap berpedoman pada aspek kelestarian hutan, dengan adanya perhutanan sosial maka hutan yang di manfaatkan juga akan terjaga kelestarian dan pengelolaannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial, Pasal 2 Angka 1 menjelaskan tujuan dari program perhutanan sosial adalah untuk memberikan pedoman pemberian hak pengelolaan, perizinan, kemitraan, dan hutan adat di bidang perhutanan sosial . Program ini juga bertujuan untuk menyelesaikan masalah tenurial (pertentangan klaim, penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan penggunaan kawasan hutan dan lahan serta sumber daya alam lainnya) dan keadilan bagi masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat yang berada dalam atau sekitar kawasan hutan dalam hal kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan.
Skema Perhutanan Sosial
Skema atau rancangan dalam perhutanan sosial ini adalah Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR/IPHPS), Hutan Adat (HA), dam Kemitraan Hutan.
Hutan Desa adalah kawasan hutan negara yang pengelolaannya di lakukan oleh lembaga desa dengan tujuan untuk mensejahterakan penduduk desa.
Hutan Kemasyarakatan adalah kawasan hutan milik negara yang pengelolaannya di lakukan oleh masyarakat dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar guna tercapainya kesejahteraan.
Hutan Tanaman Rakyat adalah kawasan hutan tanaman pada hutan produksi yang di bangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas dari hutan produksi dengan menggunakan sistem silvikultur.
Silvikultur : Praktik pengendalian proses permudaan (penanaman), pertumbuhan, komposisi, kesehatan, dan kualitas suatu hutan demi mencapai aspek ekologi dan ekonomi.
Hutan Adat adalah hutan yang di kuasai atau dimiliki oleh kelompok adat tertentu yang sebelumnya di kuasai oleh negara ataupun tidak pernah di kuasai oleh negara.
Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS)
PIAPS merupakan peta yang menjadi lampiran dari Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4865 tahun 2017. Peta pada PIAPS ini memiliki skala 1:250.000 yang terdiri dari 291 sheet untuk setiap daerah yang ada di Indonesia. Peta ini dapat di unduh pada halaman resmi Web-GIS KLHK.
PIAPS ini menjadi landasan pemberian izin dari KLHK terhadap perhutanan sosial. Izin-izin ini di antara lain ialah HPHD (Hak Pengelolaan Hutan Desa), IUPHkm (Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan), dan IUPHHK-HTR (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Masyarakat).
PIAPS ini ditetapkan oleh KLHK dan direvisi setiap 6 bulan sekali yang di lakukan oleh Direktur Jenderal yang mendampingi Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan atas nama KLHK.
Planologi : Ilmu yang mempelajari sebuah wilayah atau kota beserta unsur yang di dalamnya. Ilmu Planologi adalah ilmu yang sangat kompleks yang mempelajari berbagai disiplin ilmu seperti Geologi, Geografi, Ekonomi, Politik, Sosial Budaya, dan masih banyak lagi.
Peraturan Mengenai Perhutanan Sosial
Peraturan mengenai Perhutanan Sosial di atur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial. Selain itu tentang Perhutanan Sosial juga di atur dalam peraturan terkait lainnya seperti :
- Peraturan Kementerian Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa.
- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 88 Tahun 2014 tentang Hutan Kemasyarakatan.
- Peraturan Direktur Jendral Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pedoman Verifikasi Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat.
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Hutan Adat yang di Kembalikan Kepada Masyarakat Hutan Adat dan Hutan Adat Bukan Merupakan Hutan Negara, Melainkan Hutan Adat yang Harus di Lestarikan.
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Perum Perhutani.
Alur Permohonan Skema Perhutanan Sosial
Berikut di jelaskan alur permohonan skema Perhutanan sosial :
- Desa atau Kumpulan Desa/kelompok tani mengajukan permohonan kepada menteri lingkungan hidup dan kehutanan. Pokja PPS yang terdiri dari Gubernur, Bupati, Kepala UPT, dan Kepala KPH dapat memfasilitasi pengajuan permohonan perhutanan sosial. Syarat-syaratnya terdiri dari :
- Perdes/Perdat tentang Lembaga Desa atau Adat.
- Kepdes tentang Organisasi Lembaga desa/adat, koperasi desa atau BUMDes.
- Gambaran umum fisik, sosial ekonomi, potensi kawasan, peta 1:50.000 tertulis dalam digital.
- Dirjen PSKL melakukan verifikasi administrasi permohonan (2 hari kerja)
- Dirjen PSKL mengumumkan hasil verifikasi administrasi permohonan lengkap atau tidak lengkap (7 hari kerja);
- Pemohon melengkapi kekurangan syarat administrasi;
- Dirjen PSKL memerintahkan verifikasi permohonan (2 hari kerja);
- Kepala UPT memerintahkan verifikasi (1 hari kerja);
- Tim verifikasi bekerja memverifikasi (7 hari kerja);
- Melaporkan hasil verifikasi kepada Kepala UPT;
- Penerbitan HPHD oleh Dirjen dan KLHK;
- Mengesahkan Surat Keputusan HPHD kepada pemohon.